TAFSIR SURAT AL-MA’UN
Surah ke – 107 : 7 ayat
Oleh: Moh Dairin Anwar (Pengasuh Panti Asuhan Darul Farroh Desa Harjosari Kidul Adiwerna Tegal Jawa Tengah
A. Pendahuluan
Surah ini diturunkan di Makkah sesudah surah at-Takatsur.
Nama
surah ini diambil dari kata al-Ma’un yang diambil pada ayat terakhir.
Menurut etimologi, al-Ma’un berarti banyak harta, berguna dan
bermanfaat, kebaikan dan ketaatan , dan Zakat.[1]Surah ini
menggambarkan orang yang tidak mau membayar zakat dan tidak mau pula
berinfaq untuk membantu fakir miskin. Allah mengancam orang yang
mempunyai banyak harta tetapi tidak mempunyai kepedulian social.
Kata-kata Arab "
al-Ma'un" yang merupakan ujung surat dan menjadi nama suratnya dijelaskan oleh Muhammad asad, berdasarkan berbaga
i tafsir klasik,sebagai "comprises the small items needed for one'sdaily use, as well as the occasional acts of kindnessconsisting in helping out one's fellow-men with such item. In its wider sense, it denotes "aid" or "assistance" in any difficulty" (... kata-kata"al-ma'un" mencakup hal-hal kecil yang diperlukan orangdalam penggunaan sehari-hari, juga perbuatan kebaikankala-kala berupa pemberian bantuan kepada sesama manusiadalam hal-hal kecil tersebut. Dalam maknanya yang lebihluas, kata-kata itu berarti "bantuan" atau "pertolongan"dalam setiap kesulitan )[2]
ارءيت الذي يكذب باالدين * فذالك الذي يدع اليتيم *
ولا يحض على طعام المسكين * فويل للمصلين *
الذين هم عن صلاتهم ساهون* الذين هم يراءون*
ويمنعون الماعون *
Artinya : ( 1 ) Tahukah kamu ( orang ) yang mendustakan agama?
( 2) Itulah orang yang menghardik anak yatim, ( 3 ) dan tidak
menganjurkan memberi makan fakir miskin. ( 4 ) maka celakalah bagi orang
yang sholat ( 5 ) ( yaitu) orang-orang yang lalai dari sholatnya, ( 6
) orang yang berbuat riya, ( 7) dan enggan ( menolong dengan ) barang
yang berguna.
B. Asbabul Nuzul
Adapun sebab turunya surah ini ialah berkenaan degan orang-orang
munafik yang memamerkan shalat kepada orang yang berirman; mereka
melakukan shalat dengan riya’, dan meninggalkan apabila tidak ada yang
melihatnya serta menolak memberiakn bantuan kepada orang miskin dan
anak yatim ( Riwayat ibnu Mudzir ).
C. Tasir
Surah ini diawali dengan kalimat tanya untuk menarik perhatian
pembacaanya. Kemudian Allah SWT sendiri yang menjawab pertanyaan
tersebut satu per satu. Tujuanya ialah agar pembaca benar-benar
memperhatiakn dan meresapi makna yang terkandung di dalamnya.Biasnya
setiap ayat yang didahului dengan pertanyaan mengandung nilai yang
sangat penting untuk segera dipahami dan diamalkan. Pertanyaan yang
paling prinsipil ialah “ siapakah pendusta agama ? “ maka jawabanya
segera disusul setelah pertanyaanya. Ayat selanjutnya menjawb secara
lugas bahwa pendusta agama ialah orang yang tidak mau menyantuai anak
yatim.Ciri berikutnya ialah orang yang tidak mau menyeru untuk dana dan
makanan supaya diberiakn kepada orang miskin.
Ustadz M Quraish Shihab dalam Tafsir Al-quran Al karim
menyatakan paling tidak ada 2 hal yang patut disimak dalam ayat 3 surat
ini. Pertama ayat tersebut tidak berbicara tentang kewajiban ”memberi
makan” orang miskin, tapi berbicara ”menganjurkan memberi makan”. Itu
berarti mereka yang tidak memiliki kelebihan apapun dituntut pula
untuk berperan sebagai ”penganjur pemberi makanan terhadap orang
miskin” atau dengan kata lain, kalau tidak mampu secara langsung,
minimal kita menganjurkan orang-orang yang mampu untuk memperhatikan
nasib mereka. Peran ini sebenarnya bisa dilakukan oleh siapapun,
selama mereka bisa merasakan penderitaan orang lain. Ini berarti pula
mengundang setiap orang untuk ikut merasakan penderitaan dan kebutuhan
orang lain, walaupun dia sendiri tidak mampu mengulurkan bantuan
materiil kepada mereka.
Anak-anak yatim dan faqir miskin adalah bagian dari
kelompok masyrakat yang sangat dicintai oleh Rusulullah SAW, bahkan
dalam sebuah hadits dinyatakan ( Rusuluallah ) sangat dekat dengan
mereka.Perhatian mereka sangat diutamakan, sebagaimana tersebut dalam
sebuah ayat :
ويسئلونك عن اليتمى قل اصلاح لهم خير وان تخالطهـــم فاخوانكم
Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim katakanlah ;
Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, jika kamu menggauli mereka, maka mereka adalah saudaramu”
( Al-Baqarah: 220 ).
Perkataan "yahudldlu" yang diterjemahkan dengan "berjuang" di sini mempunyai asal arti "menganjurkan dengan kuat". A. Hassan dalam Al-Furqan, menerjemahkan perkataan itu dengan "menggemarkan," Departemen Agama menerjemahkan dengan "menganjurkan" sedangkan Mahmud Yunus dalam tafsir Qur'an Karim menggunakan perkataan "menyuruh". Dan Muhammad Asad, dalam The Message of the Qur'an, menerjemahkannya dalam bahasa Inggeris dengan "feels no urge" (tidak merasakan adanya dorongan), karena baginya perkataan "yahudldlu" mempunyai makna "mendorong diri sendiri" (sebelum mendorong orang lain). Jadi, perkataan "yahudldlu" menunjuk pada adanya komitmen batin yang tinggi, yakni usaha mengangkat dan menolong nasib kaum miskin. Berarti bahwa indikasi ketulusan dan kesejatian dalam beragama ialah adanya komitmen sosial yang tinggi dan mendalam kepada orang bersangkutan. Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Hindarilah tujuh perkara yang membinasakan. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah SAW apakah itu?” Rasulullah SAW bersabda:
1. Syirik
2. Berbuat sihir
3. Membunuh orang yang diharamkan oleh Allah untuk dibunuh kecuali dengan alasan yang benar (menurut ajaran agama),
4. Memakan riba,
5. Memakan harta anak yatim,
6. Berpaling di waktu peperangan (bukan untuk bersiasat akan tetapi lantaran takut kepada musuh),7. menuduh zina kepada wanita mukmin yang sudah bersuami yang tidak terlintas di hatinya untuk menjalankan kejelekan
Sholat adalah ibadah yang paling utama yang diperintahkan
dalam syareat islam.
Dengan melaksanakanya secara baik dan benar akan
menimbulkan pengaruh positip yang sangat besar dalam aspek kehidupan.
Di akherat pun merupakan amaliah yang paling utama yang memperoleh
penilaian dan menjadi tolak ukur semua amal perbuatan.
Allah berfirman :
اتل ما اوحى اليك من الكتاب واقم الصلاة ان الصلوة تنهى عن الفخشاء والمنكر
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu alkitab (
al-qur’an ) dan dirikanlah sholat.sesungguhnya sholat itu mencegah dari
perbuatan –perbuatan keji dan mungkar. ( al-ankabut : 45 )
Selanjutya Allah menegaskan bahwa ada sebagian orang yang
melakukan amal kebaikan, termasuk shalat, untuk memperlihatkan amalnya
kepada manusia. Tindakan seperti ini disebut riya’.Sikap riya’ adalah
lawan dari ikhlas. Keikhlasan diperlukan dalam setiap amal kebaikan
agar memperoleh pahala yang sempurna dari Allah.
Yang diterjemahkan dengan "lupa" atau "lalai" dalam firman itu ialah kata-kata yang dalam bahasa aslinya (Arab) "sahun". Yang dimaksud dalam firman ini bukanlah mereka itu dikutuk Allah karena lupa mengerjakan shalat yang disebabkan lupa, misalnya, terlalu sibuk bekerja. Sebab lupa dan alpa serupa itu justru dimaafkan oleh Allah, tidak dikutuk.[3]).Tapi yang dimaksud dalam firman itu ialah mereka yang menjalankan shalat itu lupa akan shalat mereka sendiri, dalam arti bahwa shalat merekatidak mempunyai pengarah apa-apa kepada pendidikan akhlaknya, sehingga mereka yang menjalankan shalat itudengan mereka yang tidak menjalankannya sama saja. Apalagi jika lebih buruk!
Suatu hari, Sayyidah Fathimah as bertanya kepada Rasulullah saw, “Yâ
Abâtah, apa yang akan didapatkan oleh orang yang melecehkan shalatnya,
menganggap enteng kepada shalatnya, baik laki-laki maupun perempuan?”
Rasul bersabda, “Hai Fathimah, barang siapa yang melecehkan shalatnya
menganggap enteng kepada shalatnya, baik laki-laki maupun perempuan,
Tuhan akan menyiksanya dengan lima belas perkara. Enam perkara di
dunia, tiga pada saat ia mati, tiga lagi pada waktu ia berada di
kuburnya, dan tiga perkara pada Hari Kiamat, ketika ia keluar dari
kuburnya.”
Allah berfirman :
Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang
meremehkan sholat dan menuruti hawa nafsunya, maka mereka kelak akan
menemui kesesaatan. Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal
sholeh? (QS. Maryam: 59-60)
Para ulama mengomentari ayat diatas dengan tafsirnya yang terdapat dalam Ibnu Katsir sebagai berikut :
1. Muhammad bin Kaab Al Quraan Al Qurdly, dan Ibnu Zaid bim Aslam
dan Sady yang disebut meremehkan sholat adalah Meninggalkan Sholat (
Tidak sholat )
2. Al Auz, Ibnu Maasud, Ibnu jarir, Ibnu Juraih meremehkan sholat adalah meremehkan waktu
3. Al Hasan Al-Bashri, meremehkan sholat adalah meninggalkan Masjid ( Tafsir Ibnu katsir 3 / 21 )
Kata Ibnu Abbas Radhiallahu’anhu : Pengertian meninggalkan sholat
tidak berarti meninggalkan sholat itu sama sekali. Tetapi Said bin
Musayyib mengatakan : Orang itu tidak sholat Ashar, Dzuhur kecuali
hingga datangnya waktu maghrib, tidak sholat maghrib hingga datangnya
waktu Isya dan tidak sholat Isya hingga datangnya Fajar ( shubuh ).
Allah berfirman : Maka celakalah orang-orang yang sholat. Yaitu orang-orang yang lalai dari sholatnya? ( Al-Maun : 4-5 )
Kata Saad bin Abi Waqosh: Aku telah bertanya kepada Rasulullah tentang
mereka yang melalaikan sholatnya, maka beliau menjawab
Yaitu Mengakhirkan waktu , yakni mengakhirkan waktu sholat.
D. Kesimpulan
Ilustarsi diatas, tentang pemahaman surat al-ma’un
mengingatkan kita betapa penting nilai yang dikandungnya untuk
diamalkan dalam kehidupan kita sehari-hari agar kita tidak terjebak
kepada kelompok orang yang mendustakan agama.diantara nilai-nilai
penting yang terkandung ialah :
1. Allah SWt mengingatkan agar kita tidak terjebak kedalam kelompok orang-orang munafiq yang cenderung menyepelehkan agama.
2. Allah SWT menjelaskan cirri-ciri oran yang mendustakan agama.
3. Allah SWT mencela orang yang melakukan sholat yang tidak mau
memahami dan menghayati esensi sholatnya, yaitu orang yang sholat
karena riya’
4. Allah SWT melaknat orang kaya yang bersikap kikir, tidak mau membantu orang miskin dan tidak mau mengeluarkan zakat.
[1] Drs. H. Hasan Basri SH, Tafsir Pase, Balai Kajian Tafsir Al-Qur’an Pase, hal. 130
[2] Muhammad Asad. The Messege of the Qur’an. Hal .102
[3] Ibn Taymiyyah, Minhaj al-Sunnah, 4 jilid, Riyadl, Maktabat al-Riyadl al-Haditsah, tt.,Jilid 3, hal. 46