Moh Dairin Anwar Al-Tegali Pengasuh Panti Asuhan Darul Farroh Harjosari Kidul Adiwerna Tegal JATENG

Foto saya
Desa Harjosari Kidul, Kec.Adiwerna, Tegal Jawa Tengah, Indonesia
Panti Asuhan Darul Farroh Alamat: JL.Mbah Santri No.32 Desa Harjosari kidul RT 12/ RW 03 Kec.Adiwerna Kab.Tegal Jawa Tengah (52194) Telphone: 085842342367 - 085842123517 No.Rek BCA KCP BANJARAN-ADIWERNA 0990-243-808 an. Mohamad Dairin Anwar. www.dairin.anwar77@blogspot.com

Senin, 27 Februari 2012

02. Wasiat Pertama "ISTIQOMAH DALAM BERTAUBAT" dalam kitab "MINAHUS SANIYAH"

Hendaklah engkau selalu istiqomah (langgeng, terus menerus) dalam hal tobat kepada Allah swt."
Kata "taubat" menurut bahasa, berarti kembali. Sedangkan dalam istilah syara' (peraturan agama), kata "taubat" mempunyai makna kembali dan meninggalkan hal-hal yang di cela oleh agama, serta menjalankan perkara yang di puji oleh Agama. 
      Tobat mempunyai permulaan dan penghabisan. Permulaaannya ialah tobat dari dosa-dosa besar, lalu tobat dari dosa-dosa kecil, lalu tobat dari perbuatan makruh, selanjutnya tobat dari perkara yang menyimpang dari keutamaan, lalu dari pandangannya kepada diri sendiri dari dalam melakukan kebaikan-kebaikan, lalu tobat dari pandangannya bahwa dirinya termasuk golongan wali pada zamannya, lalu tobat dari pandangannya bahwa dirinya telah benar-benar bertobat, lalu tobat dari keinginan hati yang tidak di ridloi Allah swt.
      Adapun puncak tobat, yaitu berbuat kepada Allah tatkala hatinya lalai dari memandang Tuhannya, meski hanya sekejap. Para muhaqqiq dari ahli thoriqot menerangkan bahwa orang yang benar-benar menyesal terhadap perbuatan dosanya dan mengakui dosanya, jelas ornga tersebut telah sah tobatnya. Sebab (ketika Allah swt menceritakan perihal Nabi Adam As), Allah ta'ala tidak mengisahkan kepada kita , tentang tobat nenek moyang kita Adam As itu, kecuali pengakuan Nabi Adam As atas dosanya dan penyesalannya. Kalau memang sahnya tobat itu harus dengan melakukan hal-hal pengakuan dan penyesalan, niscaya Allah menceritakan kepada kita.
     Adapun perkataan Ulama yang menerangkan, bahwa di antara syarat tobat haruslah meninggalkan dosa yang telah di perbuat dan harus memiliki niat yang kuat untuk tidak kembali melakukan dosa itu lagi, maka yang demikian hanyalah penetapan syarat dengan jalan "istinbath" (memetik pelajaran). Karena, orang yang menyesal atas sesuatu, pastilah ia meninggalkan perbuatan tersebut dan tentu mempunyai niat kuat untuk tidak kembali berbuat lagi.
    Adalah sesuatu yang telah maklum, bahwa karena tobat maka di ampuni semua perbuatan ceroboh yang melanggar hak-hak Allah Ta'ala. Begitu pula perlakuan aniaya seorang hamba terhadap dirinya sendiri, dengan melakukan maksiat-maksiat, selain melakukan dosa menyekutukan Allah swt, meskipun menyekutukan Allah itupun kembali kepada penganiaya diri sendiri dan bukannya merampas hak-hak sesama makhluk, yang berupa harta benda dan kehormatan. Pembahasan mengenai dua hal (harta dan kehormatan) ini, akan kami paparkan, Insya Allah.

    Syeikh Ibrahim memulai wasiatnya dengan tobat,*1) (*1.Seseorang setelah memikirkan agungnya kekuasaan Allah dan anugerha-Nya, lalu memikirkan kecerobohannya menjadi hamba Allah. Pada saat itu kadang-kadang di hatinhya lantas timbul kesusahan atas perbuatan dan kecerobohannya. Kemudian, mencari dosa-dosanya atau satu persatu di telitinya, sampai tidak dapat terhitung. kalau sudah demikian , boleh jadi mengakibatkan tumbuhnya keinginan bertobat dari dosa-dosa yang telah di perbuat dan akan melakukan apa saja yang menjadi keridloan Allah. Namun, lantaran adanya bermacam rintangan, seperti pengaruh duniawi, pengaruh sesama makhluk, pengaruh nafsu dan pengaruh syetan, maka keinginan itu tidak kunjung mantap. Nanti bila sudah mantap, barulah di sebut maqom Tobat. Jika tobat belum menjadi maqom dari orang yang sudah "suluk" (orang yang menentukan untuk menempuh pilihan jalan akhirat) maka ia tidak akan mampu meningkat ke maqom-maqon thoriqoh, sehingga bisa sampai kepada Allah swt.) Sebab tobat merupakan dasar bagi setiap maqom  (tingkatan) yang di capai oleh seorang hamba (manusia), hingga matinya. Maka, sebagaimana orang yang tidak memiliki tanah, tentu dia tidak mempunyai bangunan rumah, demikian juga orang yang tidak berbuat tobat, niscaya dia tidak memiliki haal dan maqom.

     Di antara ucapan ulama, "Barang siapa mengokohkan maqom tobatnya, niscaya Allah ta'ala memeliharanya dari semua campuran ikhlas yang ada dalam amal-amal (orang tersebut beramal apa saja pasti bisa ikhlas, tanpa pamrih selain mengagungkan Allah ta'ala saja). Jadi, Tobat itu bagaikan Zuhud (tidak terpancang) pada dunia, yang memelihara pemilik Zuhud dari segala apa yang menghalang-halangi dari Dzat Yang Haq, Allah ta'ala.

     Syeikh Ibrahim menganjurkan Istiqomah dalam tobat. Karena, apabila tobat bengkok, maka kebengkokan itu dapat manarik terhadap setiap maqom (maqom tersebut menjadi ikut bengkok) sesudahnya. Kemudian bangunan-bangunan maqom yang di hasilkannya pun menjadi lemah, seperti orang yang membangun pagar rumahnya dari batu bata merah mentah yang kering, tanpa adukan tanah dan kapur.

    Muhammad bin Inan rohimahullahu berkata,*2) "barang siapa istiqomah dalam tobatnya dari perbuatan maksiat, niscaya ia meningkat ke tobat dari setiap hal yang tidak berguna (baik ucapan maupun perbuatan).
sedangkan orang yang tidak istiqomah dalam taubat , maka ia tidak dapat menghirup bau tobat dari omong kosong  (dari perbuatan sembrono). (*2) di antara kekeramatan Muhammad Inan, pada suatu hari para murid yang berada di daerahnya berdatangan kerumah beliau dan meminta makan. Jumlah mereka semua sekitar lima ratus orang. kemudian Muhammad bin Inan berkata kepada ibunya, "Tolong, adonan roti ini ibu tutup dengan serbet/sapu tangan, lalu iris-iris dan di bakar."
     Setelah hal itu di kerjakan oleh ibunya, ternyata roti itu tidak habis-habis, sehingga rumah penuh dengan roti. Lima ratus orang bisa makan sekenyang-kenyangnya. Muhammad bin Inan wafat pada bulan robi'ul awwal tahun 922, dalam usia 120 tahun.
    Dan ia tidak kuasa memelihara gerak hatinya selama-lamanya, bahkan gerak hati maksiat akan mengalahkannya, sampai pun di dalam sholatnya,*3)."
 (*3).Gerak hati =   خاطر itu ada empat macam:
1.Gerak hati nafs = خاطر نفسى
2.Gerak hati syetan = خاطر شيطانى
3.Gerak hati Malaikat = خاطر ملكى
4.Gerak hati Ketuhanan = خاطر ربنى

Renungkanlah firman Allah Ta'ala yang di tujukan kepada Nabi Muhammad Shollallahu 'alaihi wasallama
 yang terpelihara dari perbuatan maksiat (ma'shum).
اول الوصية , عليك ايهالأخ بالاستفمة فى التوبة
Istiqomahlah sesuai dengan apa yang di perintahkan kepadamu, begitu pula orang-orang yang bertobat bersamamu
     Jelaslah bahwa Allah Ta'ala memerintahkan kepada Nabi Muhammad shollallohu 'alaihi wasallama agar istiqomah dalam tobat. Perintah juga ditujukan kepada orang-orang yang bertobat bersama beliau, yakni sebagai penganut dan umat beliau.
    Syeikh Ali Al-Khowwadh rohimahullah *4) berkata, "Barang siapa  istiqomah dalam tobatnya dan zuhud dalam perkara dunianya, maka seluruh maqom dan tingkah laku hati yang baik dan benar-benar terlihat dalam dirinya." (4).Syeikh Ali Al-Khowwadh adalah guru dari syeikh Abdul Wahhab Asy-sya'roni ra. Beliau adalah seorang ummi (tidak pernah mengaji, tidak bisa baca dan tulis), tetapi beliau mampu menafsirkan ayat-ayat Alqur'an dengan penafsiran yang membuat takjub para 'alim. kebiasaannya adalah membersihkan masjid. Beliau pernah berkata, "Kita sekarang ini berada di tahun 941, dimana semua pintu para wali telah di tutup, tidaK ada yang terbuka , kecuali pintu Nabi Muhammad shollallahu 'alaihi wasallam. Oleh karena itu, apabila kalian mengalami penderitaan atau mempunyai sesuatu hajat, hendaklah di adukan kepada Rosulullah SAW.
     Mengenai sebuah hadits Rosulullah yang berbunyi: ان الله ليؤيد هذاالدين بارجل الجر "sungguh Allah akan menopang agama ini, dengan seoarng lelaki yang fajir/jahat/durhaka). belaiu berkata: "Hadits ini memasukkan orang alim atau musallik (orang yang menunjuki orang lain untuk sampai kepada Allah, tetapi ia sendiri tidak mengamalkan ilmunya itu). Juga orang alim dan tekun beribadah, serta telah lama zuhud, namun menjelang ajal cenderung senang harta dunia, mencintai dunia. Di makhsyar nanti, orang-orang semacam itu akan di giring bersama orang-orang fajir yang menyimpang dari petunjuk-petunjuk para alim yang mengamalkan ilmunya."

Tanbih:
   Seyogyanya seorang hamba selelau meneliti anggota tubuhnya, baik lahir maupun batin, pagi dan sore, apakah anggota-anggota tersebut memelihara hukum-hukum Allah Ta'ala yang telah di tentukan bagi anggota-anggota tersebut, ataukah anggota-anggota itu melampaui batas; apakah telah mengerjakan perintah Allah Ta'ala ataukah tidak, seperti menutup mata  (bila menghadapi sesuatu yang haram dilihat), menjaga lisan, telinga, hati dan sebagainya. Kalau misalnya telah melaksanakan perintah, apakah benar-benar sudah dilakukannya dengan ikhlas? Apabila seseorang hamba melihat salah satu anggota tubuhnya senantiasa taat kepada Allah, maka sepantasnyalah bersyukur kepada Allah Ta'ala, dan janganlah memandang diri sendiri sebagai seorang ahli yang taat kepada Allah Ta'ala (harap diketahui bahwa dirinya hanya sebagai tempat berlakunya takdir baik dari Allah ta'ala).
    Dan kalau seseorang melihat dirinya berlumuran maksiat, maka sebaiknya ia cepat-cepat menyesalinya dan memohon ampun kepada Allah, lalu bersyukur kepada-NYA, lantaran tidak di takdirkan melakukan perbuatan maksiat yang lebih banyak daripada maksiat yang telah di kerjakannya, dan anggota-anggota tubuh yang melakukan maksiat tidak di timpa bencana, seperti penyakit, cacat, bisul atau luka. Sebab, setiap anggota tubuh yang digunakan maksiat, sudah sepatutnya dituruni bencana.
   Pahamilah apa yang telah diterangkan di atas, wahai saudara! Dan tetaplah senantiasa bertobat, serta bencilah apa yang menjadi kesenangan hidup di dunia, lantaran mengikuti perimntah Allah Ta'ala. Karena, Allah Ta'ala tidak memandang kepada dunia (kesenangan hidup) ketika mulai membuatnya.
Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallama pernah bersabda:
حب المال والشرف ينبتان النفاق فى القلب كما ينبت الماءالبقل
"Cinta harta dan kemuliaan (kedudukan) itu bisa menimbulkan kemunafikan dalam hati, sebagaimana air yang dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan."

Imam Abu Sufyan Ats-Tsauri *5) pernah berkata, "seandainya ada seorang hamba beribadah kepada Allah Ta'ala dengan melaksanakan semua perintah-NYa, tetapi ia juga mencintai dunia (kesenangan hidup di dunia), pasti nanti di tampakan kepadanya di hari kiamat, di atas kepala seluruh manusia. Ingat! sesungguhnya ini adalah fulan bin fulan yang ketika hidup di dunia sangat menyintai apa yang di benci oleh Dzat Yang Haq (Allah Ta'ala). Setelah itu, hampir-hampir daging mukanya pada runtuh (mengelupas) karena malu". Yang dimaksud dengan dunia (dalam ucapan Abu sufyan) ialah apapun yang lebih atas kebutuhan yang di tentukan syara'.
(*5).Abu Sufyan Ats-Tsauri adalah putera Syeikh Said, lahir dikufah pada tahun 79 H dan meninggal di Basrah pada tahun 161 H. Masyarakat Islam dimasanya menyebut sebagai salah satu pencetus dalam ilmu hadits.
Abu Sufyan pernah berkata, "Orang 'alim itu ada tiga macam:
1. 'Alim billah wa bi amrillah "عالم بالله وبأمرالله " artinya: mengetahui keagungan dan kemegahan Allah, serta mengetahui pula hukum-hukum-NYA.
Tanda orang yang demikian, ia selalu bertaqwa kepada Allah dan berhenti pada batas-batas yang di tentukan Allah Ta'ala.
2. 'Alim billah duuna amrillah عالم بالله دون أمرالله artinya: mengetahui keagungan dan kemegahan Allah, tetapi tidak mengetahui hukum-hukum Allah.
Cirinya, ia selalu bertaqwa kepada Allah, tetapi dalam setiap persoalan ia tidak mau berhenti pada batas-batas yang telah di tentukan Allah.
3. 'Alim bi amrillah duunallah, عالم بأمرالله دون الله artinya: mengetahui hukum-hukum Allah, tetapi tidak mengetahui keagungan dan kemegahan Allah Ta'ala.
Tandanya, dalam menghadapi persoalan, ia tidak mau berhenti pada batas-batas yang telah di tentukan Allah dan tidak takut kepada Allah. Orang-orang jenis nomer tiga inilah yang menjadi sebab api neraka di nyalakan nanti pada hari kiamat."
    Abul Hasan Ali bin Muzayyin *6) (*6.beliau adalah murid dari Sahal bin Abdullah At-Tasturti dan Junaid, wafat di Makkah tahun 328 H) berkata, "seandainya kalian menganggap baik terhadap seseorang, sehingga kalian menilainya sebagai orang yang shiddiq (pembenar), maka Dzat Yang Maha Benar (Allah Ta'ala) tidak perduli terhadapnya, jika ia menempatkan dunia di hatinya.*7),(*7.maksudnya, ada kepentingan duniawi yang menempel di hatinya. orang tersebut tidak ada harganya di hadapan Allah Ta'ala) di tanyakan kepada Abul Hasan, "Apabila orang yang menempatkan dunia dihatinya, namun demi kepentingan saudara-saudaranya, keluarganya dan sebagainya, untuk di nafkahkan kepada mereka ( bukan  untuk kepentingannya sendiri). Apakah orang yang demikian itu juga tidak ada harganya di depan Allah?

2 komentar: